acara Festival Nganggung dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 1446 H/2025 M. Acara berlangsung di Kampung Melayu, Kelurahan Tuatunu. Foto : SanPagi itu, Jumat (5/9/2025), Kampung Melayu Tuatunu, Kota Pangkalpinang, berubah menjadi lautan manusia. Warga, tua maupun muda, berbondong-bondong datang dengan membawa dulang di atas kepala. Dulang—nampan besar berisi aneka makanan—dihidangkan bukan untuk dipamerkan, tetapi untuk dikumpulkan dan dinikmati bersama. Tradisi ini dikenal dengan sebutan nganggung, sebuah warisan budaya yang hingga kini tetap hidup di tengah masyarakat Bangka.
Nganggung bukan sekadar makan bersama. Ia adalah simbol kebersamaan, gotong royong, dan rasa syukur. Setiap dulang yang diusung warga sarat dengan doa dan harapan. Ada nasi, lauk pauk, kue tradisional, dan buah-buahan, semua dipersembahkan dengan ikhlas.
Dalam budaya Bangka, nganggung biasanya dilaksanakan pada momen penting: perayaan hari besar Islam, kenduri adat, hingga peristiwa kebersamaan lainnya. Yang unik, makanan yang dibawa tidak untuk dipamerkan siapa yang paling mewah, melainkan untuk digabungkan, dinikmati, dan dibagikan bersama-sama.
Di Tuatunu, tradisi ini masih bertahan kuat. Setiap kali nganggung digelar, suasana kampung berubah menjadi ruang kebersamaan. Tak ada sekat antara kaya dan miskin, tua dan muda, pejabat dan rakyat. Semua duduk melingkar, berbagi makanan, dan tertawa bersama.
Tahun ini, nganggung Tuatunu digelar dengan skala lebih besar. Seribu dulang disajikan serentak oleh warga, menandai sejarah baru dalam perayaan budaya. Suasana begitu semarak—penuh warna, penuh cita rasa, penuh doa.
Namun, pemerintah tidak berhenti di situ. Mereka sudah menatap mimpi yang lebih tinggi: tahun depan, rencana akan ada “Sepuluh Ribu Dulang”. Target ini bukan hanya sekadar angka, melainkan sebuah simbol kebersamaan yang lebih besar. Bahkan, rencana tersebut diharapkan dapat dicatat dalam Guinness Book of Records sebagai tradisi budaya khas Bangka yang mendunia.
Pj Wali Kota Pangkalpinang, M. Unu Ibnudin, yang hadir dalam acara tersebut, menyampaikan rasa syukur dan kebanggaannya.
“Alhamdulillah pada hari yang mulia ini kita bisa memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW sekaligus melestarikan budaya nganggung. Tradisi ini bukan hanya ritual berbagi makanan, tetapi wujud persaudaraan, gotong royong, dan kebahagiaan bersama,” ucapnya di hadapan warga.
Unu menambahkan bahwa Pemerintah Kota Pangkalpinang akan terus mendukung pelestarian tradisi nganggung dan mendorongnya sebagai bagian dari kalender wisata budaya.
“Insya Allah ke depan nganggung bisa menjadi daya tarik wisata yang membanggakan. Dengan semangat kebersamaan ini, kita wujudkan Pangkalpinang sebagai kota yang damai, aman, kondusif, dan sejahtera,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga warisan leluhur.
“Setiap dulang bukan sekadar makanan, tetapi juga doa, cerita, dan makna. Inilah yang membuat tradisi ini begitu istimewa dan layak kita pertahankan,” tutupnya.
Setiap dulang dalam tradisi nganggung memiliki makna simbolis. Dulang yang diangkat tinggi di atas kepala menandakan penghormatan terhadap rezeki yang diberikan Allah SWT. Ketika dulang disatukan di satu tempat, itu melambangkan persatuan dan kesatuan masyarakat.
Lebih jauh, makanan yang beragam di dalam dulang mencerminkan keberagaman masyarakat Bangka. Ada rasa manis, gurih, pedas, hingga asam—semua berpadu dalam satu hidangan, sebagaimana masyarakat hidup berdampingan dengan perbedaan.
Dengan demikian, nganggung adalah wujud nyata filosofi hidup orang Bangka: sederhana, bersyukur, dan menjunjung tinggi kebersamaan.
Rencana menghadirkan Sepuluh Ribu Dulang tahun depan bukan hanya tentang mencetak rekor dunia. Lebih dari itu, ia adalah upaya memperkenalkan identitas budaya Bangka kepada dunia.
Bayangkan, ribuan dulang disusun dan dinikmati bersama oleh masyarakat. Tak hanya warga lokal, tetapi juga wisatawan nasional bahkan internasional yang akan menyaksikan dan merasakan langsung kehangatan tradisi ini.
Jika terwujud, nganggung Tuatunu bukan hanya menjadi acara tahunan, melainkan ikon budaya yang mengangkat Pangkalpinang ke panggung global.
Di tengah arus modernisasi yang sering mengikis nilai-nilai tradisi, nganggung adalah pengingat bahwa budaya adalah jati diri yang harus dijaga. Generasi muda perlu dilibatkan agar mereka tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga penerus.
Tradisi ini mengajarkan bahwa kebahagiaan bukanlah tentang apa yang kita miliki sendiri, melainkan apa yang kita bagikan bersama. Ia juga menunjukkan bahwa di balik kesederhanaan ada kekuatan besar: kekuatan silaturahmi, gotong royong, dan rasa syukur.
Dan ketika kelak Sepuluh Ribu Dulang benar-benar terwujud, maka bukan hanya Pangkalpinang yang bangga. Seluruh Indonesia, bahkan dunia, akan menyaksikan bagaimana sebuah tradisi sederhana bisa menjelma menjadi simbol kebersamaan yang mendunia.
~5 and 1~
Tidak ada komentar