PANGKALPINANG, KATABABEL.COM — Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025 di Kota Pangkalpinang menuai keluhan dari masyarakat, khususnya warga yang tinggal di wilayah terluar. Sistem zonasi berbasis jarak yang diterapkan dalam penerimaan siswa tingkat menengah pertama dinilai menyulitkan akses pendidikan bagi anak-anak dari daerah seperti Kelurahan Tua Tunu.
Menanggapi keresahan ini, dua anggota DPRD Kota Pangkalpinang dari Daerah Pemilihan (Dapil) Gerunggang, Dio Febrian dan Sumardan, melakukan kunjungan langsung ke Tua Tunu pada Sabtu (5/7/2025). Kunjungan ini bertujuan untuk mendengarkan langsung aspirasi warga, khususnya para orang tua siswa yang merasa dirugikan dengan sistem yang berlaku.
“Kedatangan kami hari ini sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat. Kami mendapat banyak laporan bahwa anak-anak di Tua Tunu terancam tidak bisa melanjutkan sekolah hanya karena faktor jarak dari sekolah negeri,” ujar Dio Febrian saat berdialog dengan sejumlah orang tua di salah satu rumah warga.
Menurut Dio, sistem zonasi yang bertumpu pada titik koordinat jarak tempat tinggal menyebabkan anak-anak di wilayah pinggiran seperti Tua Tunu kalah bersaing dengan calon siswa yang tinggal lebih dekat ke sekolah negeri. Hal ini membuat banyak anak akhirnya tidak diterima di sekolah negeri dan terpaksa mempertimbangkan sekolah swasta yang biayanya tidak dapat dijangkau semua kalangan.
“Jika pemerintah terus bersandar pada sistem zonasi seperti ini tanpa solusi konkret bagi daerah terluar, maka kita sedang membuka celah ketimpangan pendidikan. Tidak semua orang tua sanggup menyekolahkan anaknya di sekolah swasta,” tegas Dio yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi I DPRD Kota Pangkalpinang yang membidangi pendidikan.
Ia meminta Dinas Pendidikan untuk hadir dan mencarikan solusi alternatif seperti penambahan kuota khusus, pembangunan sekolah baru di wilayah terluar, atau penyusunan ulang zona berdasarkan pemerataan akses, bukan hanya berdasarkan jarak.
Sementara itu, Sumardan menambahkan bahwa pihaknya akan segera membawa aspirasi masyarakat Tua Tunu ini ke rapat resmi DPRD dan menjadikannya isu prioritas.
“Kami akan menginisiasi dialog dengan Pemerintah Kota, khususnya Pj Wali Kota Pangkalpinang dan Dinas Pendidikan. Tidak boleh ada satu pun anak yang terhenti pendidikannya hanya karena masalah zonasi,” ujarnya.
Menurut Sumardan, pendidikan adalah hak dasar yang harus dijamin oleh negara dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, DPRD akan terus mendorong agar sistem SPMB dievaluasi secara menyeluruh, dengan melibatkan berbagai pihak termasuk perwakilan masyarakat, komite sekolah, dan pakar pendidikan.
“Kami ingin ada kebijakan yang lebih adil dan inklusif. Jangan sampai sistem yang tujuannya untuk pemerataan justru menciptakan ketimpangan baru,” tutupnya.
Sejumlah warga yang hadir dalam pertemuan tersebut juga menyampaikan langsung keluhan dan harapan mereka kepada para wakil rakyat. Mereka berharap DPRD dan pemerintah daerah bisa mencarikan solusi agar anak-anak mereka tetap mendapatkan pendidikan yang layak tanpa harus berpindah ke sekolah yang jauh atau membayar mahal di sekolah swasta.
Catatan Redaksi: Sistem zonasi pendidikan merupakan kebijakan nasional yang diterapkan untuk mendekatkan sekolah dengan tempat tinggal siswa, namun dalam pelaksanaannya di berbagai daerah masih menyisakan tantangan tersendiri. DPRD diharapkan dapat menjadi jembatan solusi antara kebijakan pusat dan kondisi riil masyarakat di daerah.
Post Views: 218
Tidak ada komentar