Penulis: Yang Bianca Divina
Fakultas: Hukum
Program Studi: Hukum
Universitas Bangka Belitung
Kasus yang menjerat mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau yang lebih dikenal dengan Tom Lembong, menjadi sorotan publik setelah diduga terlibat dalam skandal korupsi pengelolaan impor gula di Indonesia. Ia bersama sejumlah pengusaha impor gula disebut-sebut telah melakukan manipulasi kuota impor yang menyebabkan kerugian negara cukup besar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemudian melakukan penyelidikan yang mengungkap berbagai penyimpangan dalam mekanisme impor tersebut. Namun, langkah hukum terhadap Tom Lembong mendadak berhenti setelah Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi, yaitu pengampunan yang secara hukum menghentikan proses pidana terhadap seseorang.
Keputusan Presiden ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk mengeluarkan abolisi demi kepentingan negara. Secara hukum formal, tindakan Presiden ini sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
Namun demikian, pemberian abolisi ini menuai kontroversi dan perdebatan publik. Banyak pihak menilai keputusan tersebut tidak dilakukan secara adil dan transparan, karena diambil tanpa proses pengadilan yang terbuka. Hal ini menimbulkan dugaan adanya intervensi eksekutif terhadap proses hukum, yang pada akhirnya berpotensi melemahkan prinsip checks and balances antara lembaga negara.
Dari sudut pandang pribadi, saya menilai bahwa Presiden memang memiliki kewenangan konstitusional untuk memberikan abolisi. Akan tetapi, keputusan semacam itu harus disertai alasan yang jelas dan transparan, agar tidak menciptakan preseden buruk dalam penegakan hukum ke depan.
Abolisi seharusnya digunakan untuk kepentingan yang lebih besar, misalnya demi stabilitas ekonomi atau reformasi sistem impor gula, bukan sebagai bentuk perlindungan politik. Jika dilakukan dengan pengawasan yang ketat, abolisi dapat menjadi pintu masuk bagi pembenahan kebijakan ekonomi nasional. Namun, tanpa transparansi dan akuntabilitas, justru berisiko mengurangi kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga hukum.
Kasus Tom Lembong menjadi pengingat penting bahwa hukum, meski bisa bersifat fleksibel, tetap harus berpihak pada keadilan dan kepentingan masyarakat. Kewenangan presiden bukanlah alasan untuk meniadakan proses hukum, tetapi seharusnya menjadi sarana untuk memastikan bahwa keadilan dijalankan dengan penuh tanggung jawab.










