banner 1028x250

Ketua DPRD Pangkalpinang Soroti Paradigma Lama Penganggaran dan Dorong Inovasi Pendapatan

admin
14 Jun 2025 17:17
3 menit membaca

PANGKALPINANG, KATABABEL.COM — Ketua DPRD Kota Pangkalpinang, Abang Hertza, memberikan penekanan penting terkait kondisi anggaran daerah dalam masa transisi penganggaran tahun 2025. Dalam rapat pembahasan APBD Perubahan bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Hertza mengungkapkan keprihatinan atas terbatasnya ruang fiskal daerah yang berdampak langsung pada minimnya alokasi belanja modal bagi seluruh organisasi perangkat daerah (OPD).

“Para kepala OPD dan jajarannya harus memahami bahwa dalam masa transisi ini, anggaran yang mereka terima mayoritas hanya bersifat rutin. Minimnya belanja modal bukan karena kebijakan TAPD atau Banggar, tetapi murni karena keterbatasan kemampuan APBD kita,” ujar Hertza, Sabtu (14/6/2025).

Ia menyampaikan empatinya terhadap OPD yang tidak dapat merealisasikan rencana strategis seperti yang telah disusun sejak awal tahun. Banyak rencana kegiatan yang bahkan sudah masuk dalam pagu indikatif kemungkinan besar akan mengalami penyempurnaan kembali pada APBD perubahan.

Lebih lanjut, Hertza meminta TAPD, khususnya Sekretaris Daerah bersama jajarannya, untuk memberikan penjelasan menyeluruh terkait struktur APBD dalam kerangka Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS). Ia menilai, keterbatasan anggaran membuat tidak banyak ruang untuk mengakomodasi usulan baru.

Ia juga menyinggung pentingnya proyeksi keuangan jangka menengah, termasuk prediksi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun berjalan yang akan menjadi penentu kekuatan fiskal untuk tahun anggaran 2026.

Dalam kritik tajamnya, Hertza menekankan agar pola lama dalam penganggaran segera ditinggalkan.

“Jangan lagi menampung semua program dan kegiatan tanpa seleksi. Ketika disajikan, defisitnya tinggi. Ini pola kerja yang harus kita ubah,” tegasnya.

Ia menegaskan bahwa perhitungan defisit dalam APBD seharusnya mengacu pada batas maksimal yang diatur perundang-undangan, yakni 3–7 persen dari total APBD. Namun, defisit APBD Pangkalpinang saat ini sudah melampaui 10 persen.

“Kalau APBD kita Rp1,8 triliun, defisit Rp100 miliar lebih, berarti sudah belasan persen. Ini sangat tidak sehat dalam praktik penganggaran,” ujarnya.

Hertza juga mendorong OPD yang bertanggung jawab terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar lebih aktif menggali potensi baru dan mengoptimalkan yang sudah ada.

“Coba lihat celah fiskal yang belum tergarap. Jangan sampai uang masuk banyak, tapi tak masuk ke tas daerah,” tambahnya.

Ia bahkan mencontohkan pendekatan yang bisa dilakukan kepada pihak perbankan sebagai mitra pengelolaan keuangan daerah. Dengan seluruh arus kas APBD Kota Pangkalpinang yang disimpan di satu bank, Hertza menilai sudah seharusnya pemerintah meminta kontribusi nyata melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).

“Kita bisa minta bantuan CSR untuk hal-hal kecil tapi penting, seperti mesin cetak SPP atau SPT. Itu bukan permintaan besar. Di daerah lain yang penyertaan modalnya lebih kecil saja bisa dikabulkan. Kenapa kita tidak?” tukasnya.

Hertza mengkritik kurangnya kreativitas pemerintah daerah dalam mencari solusi di luar APBD. Ia menilai, terlalu bergantung pada anggaran daerah tanpa inisiatif akan memperlambat proses pembangunan, termasuk pencapaian target PAD.

“Kalau tidak ada anggaran beli alat, bukan berarti tidak ada solusi. Ini yang harus kita ubah. Kalau telat mencetak, kita juga telat mendapat dampak PAD,” pungkasnya.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *