PANGKALPINANG, KATABABEL.COM – Anggota Komisi II DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Rina Tarol, menyampaikan hasil rapat koordinasi dengan Bank Sumsel Babel (BSB), Sekretaris Daerah (Sekda), dan Badan Keuangan Daerah (Bakuda) Provinsi Babel terkait surat rekomendasi pencabutan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dari BSB.
Menurut Rina, sejak 2023 hingga saat ini, BSB belum memenuhi dan mematuhi kewajibannya sebagaimana diharapkan. Berbagai permasalahan internal bank dinilai menghambat perkembangannya.
“Kami mulai meragukan apakah BSB mampu bertahan. Jangan sampai nanti bank ini pailit, uang rakyat hilang, lalu siapa yang akan bertanggung jawab?” ujarnya kepada media, Jumat (07/03/2025).
Melihat kondisi ini, Komisi II DPRD Babel merekomendasikan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Babel untuk mencabut RKUD dari BSB. Rina menegaskan bahwa pihaknya saat ini menunggu gubernur terpilih untuk mengambil langkah tersebut sebagai bentuk sanksi atau punishment terhadap bank tersebut.
“Berdasarkan perhitungan dividen yang kami terima, dibandingkan dengan bank lain, kita justru mengalami kerugian sebesar Rp18 miliar. Apalagi dengan kondisi Pemprov yang sedang mengalami defisit, angka ini sangat besar dan seharusnya bisa membantu perekonomian Babel,” jelasnya.
Rina juga meminta BSB untuk memberikan simulasi dan penjelasan secara rinci mengenai kondisi yang sebenarnya terjadi di dalam bank. Ia menyoroti adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait bunga sebesar Rp400 juta yang tidak dibayarkan BSB kepada Pemprov pada 2024.
“Banyak masalah dalam manajemen bank ini. Bahkan dalam pertemuan tadi, Direksi BSB tidak hadir, hanya diwakili oleh Kepala Cabang,” tambahnya.
Selain itu, Komisi II DPRD Babel menyoroti berbagai persoalan di BSB, seperti kredit fiktif, Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang macet, serta berbagai masalah lain yang melibatkan internal bank.
“Maka dari itu, kami di Komisi II sepakat merekomendasikan pencabutan RKUD dari BSB,” tegas Rina.
Lebih lanjut, ia meminta Kejaksaan untuk mengaudit seluruh direksi, kepala divisi kredit, serta kepala divisi SDM di BSB. Audit ini diharapkan dapat mengungkap permasalahan yang terjadi sebelum gubernur terpilih memanggil direksi bank tersebut.
Rina juga menyoroti praktik kredit di BSB yang menurutnya menyerupai rentenir.
“Contohnya, ada PNS di Pemprov yang memiliki pinjaman Rp100 juta. Dia sudah membayar Rp70 juta, lalu ingin mengajukan top up sebesar Rp50 juta. Tapi yang diterima hanya 10 persen dari jumlah tersebut, sementara kreditnya tetap kembali ke Rp100 juta dengan alasan biaya profesi, asuransi, cadangan bunga, dan sebagainya,” ungkapnya.
Ia pun menegaskan bahwa praktik semacam ini tidak boleh terus berlanjut di Babel.
“Stoplah praktik Bank Rasa Rentenir seperti ini!” tutupnya.(*)