PANGKALPINANG, KATABABEL.COM – Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) asal Bangka Belitung yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) akhirnya bisa kembali ke tanah air. Kepulangan mereka disambut hangat oleh Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Didit Srigusjaya, bersama perwakilan pemerintah daerah, keluarga korban, dan sejumlah tokoh masyarakat. Penyambutan berlangsung pada Jumat (21/3/2025) pukul 14.45 WIB di Ruang VIP Bandar Udara Depati Amir, Pangkalpinang.
Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Babel Didit Srigusjaya mengungkapkan rasa syukur atas kembalinya para korban.
“Alhamdulillah, ini semua atas izin Allah. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Perlindungan Tenaga Kerja Imigran, termasuk Kementerian Luar Negeri. Saat audiensi, saya dipertemukan dengan orang-orang yang berkompeten. Ini di luar batas kemampuan saya, tapi saya yakin ini semua adalah bagian dari takdir Allah yang mempermudah proses pemulangan masyarakat Bangka Belitung ke tanah air,” ujar Didit.
Didit menambahkan bahwa sebagian besar korban adalah pekerja migran yang baru pertama kali bekerja di luar negeri. Di antara mereka, terdapat pasangan suami-istri, lulusan sarjana, serta seorang ayah yang telah meninggalkan keluarganya selama sembilan bulan.
“Jangan melihat ini dari sisi legal atau ilegalnya saja, tapi lihatlah niat mereka. Mereka ingin memperbaiki kehidupan keluarganya. Bayangkan seorang ayah yang meninggalkan anak dan istrinya selama sembilan bulan. Untungnya, mereka bisa pulang dengan selamat. Pemerintah daerah harus lebih peduli agar kejadian ini tidak terulang lagi,” tegasnya.
Didit Srigusjaya juga mengungkapkan bahwa masih ada korban TPPO yang belum bisa kembali. Ia bahkan menerima video memilukan dari mereka yang masih berada di luar negeri, menandakan bahwa permasalahan ini belum sepenuhnya selesai. Oleh karena itu, pada Selasa mendatang, ia berencana kembali berdiskusi dengan Direktur Kementerian Migran dan Perlindungan Tenaga Kerja untuk mencari solusi lebih lanjut.
Ia juga menyoroti pentingnya peran pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan kepada calon pekerja migran. Didit menyebutkan bahwa ada beberapa negara yang membutuhkan tenaga kerja dari Indonesia, tetapi sebelum diberangkatkan, mereka harus mendapatkan pelatihan keterampilan dan fasilitas resmi dari negara tujuan.
“Saya telah berdiskusi dengan Kementerian terkait bahwa ada beberapa negara yang membutuhkan tenaga kerja dari Indonesia. Namun, sebelum diberangkatkan, mereka harus dibekali dengan pelatihan keterampilan dan memperoleh fasilitas resmi dari negara tujuan,” jelasnya.
Didit menyoroti bahwa Bangka Belitung menjadi daerah dengan jumlah pemulangan korban TPPO terbesar kedua di Indonesia setelah Jawa Barat, dengan total 75 orang yang telah dipulangkan. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah daerah lebih serius dalam menangani masalah ini.
Sebagai bentuk dukungan terhadap pekerja migran yang ingin berangkat secara legal, Didit juga meminta pihak imigrasi untuk mempermudah proses pembuatan paspor.
“Saya meminta pihak imigrasi untuk mempermudah proses pembuatan paspor bagi tenaga kerja yang akan berangkat secara legal. Jika perlu, proses pembuatan paspor bisa dilakukan di kantor gubernur agar lebih mudah,” tuturnya.
Menurutnya, kasus TPPO bukan sekadar permasalahan hukum, tetapi juga masalah kemanusiaan yang harus segera ditangani dengan serius.
“Ini masalah kemanusiaan. Coba bayangkan jika yang bekerja di luar negeri itu adalah anggota keluarga kita sendiri. Tentu kita tidak akan tinggal diam. Alhamdulillah, dalam bulan suci Ramadhan ini, Allah mempermudah upaya kita untuk membawa mereka pulang,” pungkasnya.
Kepulangan para korban ini menjadi momentum bagi semua pihak untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya perdagangan orang serta memperkuat perlindungan bagi para pekerja migran Indonesia.
Kasus perdagangan orang masih menjadi ancaman nyata bagi masyarakat, terutama mereka yang mencari pekerjaan di luar negeri tanpa perlindungan yang memadai. Oleh karena itu, pemerintah dan semua pihak diharapkan dapat bekerja sama untuk memastikan bahwa kasus serupa tidak terjadi lagi di masa depan(*)