BANGKA, KATABABEL.COM – Kebijakan Pemkab Bangka yang memotong gaji honorer dari Rp2.250.000 menjadi Rp1.250.000 mendapat sorotan tajam dari publik. Menurut Suwanto Kahir, S.H., M.H., Ketua Pemerhati Kebijakan Publik Pemerintah dan Advokasi (PEKA) Bangka Belitung, kebijakan yang diambil oleh Pj Kepala Daerah Bangka bukanlah kebijakan yang populis, melainkan kebijakan yang menyengsarakan ribuan honorer di Kabupaten Bangka.
Suwanto menjelaskan bahwa kewenangan Pj Kepala Daerah sangat terbatas, sesuai dengan Pasal 65 ayat (5) dan (6) UU No. 23 Tahun 2014. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa tugas Pj hanya mencakup tugas-tugas rutin pemerintahan dan tidak melibatkan pengambilan kebijakan strategis dalam aspek keuangan, kelembagaan, personel, maupun perizinan.
“Kebijakan yang diambil seharusnya mencerminkan rasa keadilan, kepatutan, dan kemanfaatan bagi masyarakat luas, bukan justru menyulitkan masyarakat di tengah kesulitan ekonomi yang sedang menghimpit,” kata Suwanto pada Rabu (5/9) kepada wartawan.
Ia juga mempertanyakan apakah dengan gaji Rp1.250.000, para honorer masih bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka, mengingat harga bahan pokok dan kebutuhan lainnya yang semakin tinggi. “Itu tindakan brutal dan kejam,” tegasnya.
Lebih lanjut, Suwanto menyarankan agar para honorer di Kabupaten Bangka melaporkan kebijakan ini ke Ombudsman Provinsi Babel dan Mahkamah Agung. “Laporkan saja ke Ombudsman dan MA,” tambahnya.
Sebelumnya, keresahan melanda pegawai honorer dan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Bangka setelah beredarnya surat edaran mengenai pemotongan gaji mulai Agustus 2024. Surat edaran dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) menginstruksikan semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk segera merasionalisasi tambahan penghasilan ASN sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Pemotongan ini berlaku hingga Desember 2024 untuk honorer, sementara ASN hanya dipotong hingga November 2024.
Meski terdapat penjelasan mengenai kondisi keuangan Pemkab Bangka, surat edaran ini belum memiliki nomor resmi dan ditemukan di aplikasi Srikandi milik Pemkab, menambah kebingungan dan kecemasan di kalangan pegawai.
Surat yang ditandatangani oleh Pelaksana Harian (PLH) Sekda Kabupaten Bangka ini telah mengguncang seluruh ASN dan honorer. Salah satu pegawai inisial “W” mengaku sangat stres dengan kabar pemotongan gaji yang bisa menurunkan penghasilannya menjadi hanya Rp1,25 juta per bulan.
“Kebutuhan hidup makin berat, jika gaji dipotong sebanyak itu, saya tidak tahu harus bagaimana,” keluh inisial “W” pada Jumat (30/08/2024).
AN, seorang pegawai yang menjadi tulang punggung keluarganya, menyatakan keprihatinannya. “Yang gaji normal saja sudah pas-pasan, apalagi kalau dipotong setengah. Bagaimana kami bisa bertahan?” ujarnya dengan nada frustrasi. Ia mengkritik kebijakan Pemkab Bangka yang dinilai tidak memikirkan dampak sosial dan ekonomi bagi pegawai.
AN juga menuding Pemkab Bangka telah melanggar kontrak kerja yang seharusnya menjamin gaji hingga Desember.
“Jika pemotongan berlaku sejak Agustus, Pemkab jelas melanggar kontrak yang mereka buat sendiri,” tegasnya.
Selain itu, AN menilai Pemkab Bangka telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dengan membayar gaji dibawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang ditetapkan oleh mereka sendiri.
“Ini bukan hanya pelanggaran kontrak, tapi juga pelanggaran HAM. Pemkab sudah melanggar aturan yang mereka buat sendiri,” pungkasnya.(*)